Selasa, 08 April 2014

RUNTUHNYA UNI SOVIET


FAKTOR YANG MENYEBABKAN KERUNTUHAN UNI SOVIET DARI SUDUT PANDANG EKONOMI DAN POLITIK

Upaya Gorbachev untuk merampingkan sistem komunis memang membawa harapan, tetapi tidak dapat dikendalikan sehingga mengakibatkan serangkaian peristiwa yang akhirnya ditutup dengan pembubaran Uni Soviet. Kebijakan perestroika dan glasnost yang mulanya dimaksudkan sebagai alat untuk merangsang perekonomian Uni Soviet malah menimbulkan akibat-akibat yang tak diharapkan.
Penyensoran media yang tak lagi ketat akibat glasnost menyebabkan Partai Komunis tidak dapat berbuat banyak saat media mulai menyingkap masalah-masalah sosial dan ekonomi yang telah lama disangkal dan ditutup-tutupi oleh pemerintah. Masalah seperti perumahan yang buruk, alkoholisme, penyalahgunaan obat-obatan, polusi, pabrik-pabrik yang sudah ketinggalan zaman sejak masa Stalin dan Brezhnev, serta korupsi yang sebelumnya diabaikan oleh media resmi, kini mendapatkan perhatian yang semakin besar. Laporan-laporan media juga menyingkap kejahatan yang dilakukan oleh rezim Stalin seperti gulag dan Pembersihan Besar-Besaran. Selain itu, perang di Afganistan dan kekeliruan penanganan Bencana Chernobyl semakin merusak citra pemerintah. Keyakinan masyarakat terhadap sistem pemerintahan Soviet semakin melemah sehingga mengancam integritas Uni Soviet.
Pertikaian antarnegara anggota Pakta Warsawa membuat Uni Soviet tidak mampu lagi mengandalkan negara-negara satelitnya untuk melindungi perbatasannya. Pada tahun 1989, Doktrin Brezhnev ditanggalkan dan kebijakan untuk tidak ikut campur urusan dalam negeri negara-negara satelitnya di Eropa Timur dijadikan sebagai pengganti. Hal itu membuat pemerintahan di negara-negara satelit Uni Soviet di Eropa Timur kehilangan jaminan bantuan dan intervensi Soviet apabila rakyatnya memberontak. Pada akhirnya, pemerintahan berhaluan komunis di Bulgaria, Cekoslowakia, Hongaria, Jerman Timur, Polandia, dan Rumania yang berkuasa sejak akhir Perang Patriotik Raya runtuh.
Uni Soviet juga mulai mengalami pergolakan saat rakyat mulai merasakan akibat politik dari glasnost. Meski sudah dilakukan berbagai upaya untuk meredamnya, ketidakstabilan di Eropa Timur mau tidak mau menyebar ke negara-negara yang tergabung dalam Uni Republik Sosialis Soviet. Dalam pemilihan umum untuk memilih anggota dewan regional di republik-republik Uni Soviet, kaum nasionalis dan tokoh pembaruan radikal banyak yang terpilih.
Bangkitnya nasionalisme segera menghidupkan kembali ketegangan antaretnis di berbagai republik Soviet yang semakin memperlemah cita-cita persatuan rakyat Soviet. Sebagai contoh, pada bulan Februari 1988, pemerintah Nagorno-Karabakh, RSS Azerbaijan, yang didominasi oleh etnis Armenia, meloloskan keputusan yang menyatakan penggabungan wilayahnya dengan RSS Armenia. Kekerasan terhadap orang-orang Azerbaijan diliput dan ditayangkan oleh televisi Soviet sehingga memicu adanya pembantaian terhadap orang-orang Armenia di Sumqayit. Ketegangan antaretnis ini kelak akan menjadi cikal bakal radikalisme dan terorisme pasca-keruntuhan Uni Soviet.
Ketidakpuasan masyarakat terhadap situasi ekonomi semakin memburuk. Meski perestroika dianggap berani dalam konteks sejarah Uni Soviet, upaya Gorbachev untuk melakukan pembaruan ekonomi tidak begitu radikal dan dinilai terlambat untuk membangun kembali ekonomi negara yang sangat lesu pada akhir tahun 1980-an. Berbagai terobosan dalam hal desentralisasi memang berhasil dicapai, tetapi Gorbachev dan timnya sama sekali tidak merombak kebijakan-kebijakan ekonomi warisan Stalin seperti pengendalian harga, mata uang rubel yang tidak dapat dipertukarkan, tidak diakuinya kepemilikan pribadi, dan monopoli pemerintah atas sebagian besar sarana produksi.
Pada tahun 1990, pemerintah Uni Soviet praktis telah kehilangan seluruh kendalinya terhadap kondisi-kondisi ekonomi. Pengeluaran pemerintah meroket karena perusahaan tak menguntungkan yang memerlukan bantuan dari negara semakin bertambah, sedangkan subsidi harga-harga kebutuhan pokok terus berlanjut. Perolehan pajak menurun, terutama karena adanya kampanye antialkohol dan desentralisasi. Pemerintah pusat yang tidak dapat lagi membuat kebijakan produksi, khususnya dalam industri pemenuhan kebutuhan pokok, menyebabkan lenyapnya rantai produsen dengan pemasok sementara rantai yang baru belum terbentuk. Jadi, bukannya merampingkan sistem, program desentralisasi Gorbachev justru menyebabkan kemacetan proses produksi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar