FAKTOR YANG MENYEBABKAN KERUNTUHAN
UNI SOVIET DARI SUDUT PANDANG EKONOMI DAN POLITIK
Upaya Gorbachev untuk merampingkan sistem komunis
memang membawa harapan, tetapi tidak dapat dikendalikan sehingga mengakibatkan
serangkaian peristiwa yang akhirnya ditutup dengan pembubaran Uni Soviet.
Kebijakan perestroika dan glasnost yang mulanya dimaksudkan sebagai
alat untuk merangsang perekonomian Uni Soviet malah menimbulkan akibat-akibat
yang tak diharapkan.
Penyensoran media yang tak lagi
ketat akibat glasnost menyebabkan Partai Komunis
tidak dapat berbuat banyak saat media mulai menyingkap masalah-masalah sosial
dan ekonomi yang telah lama disangkal dan ditutup-tutupi oleh pemerintah.
Masalah seperti perumahan yang buruk, alkoholisme, penyalahgunaan obat-obatan,
polusi, pabrik-pabrik yang sudah ketinggalan zaman sejak masa Stalin dan Brezhnev, serta korupsi yang sebelumnya
diabaikan oleh media resmi, kini mendapatkan perhatian yang semakin besar.
Laporan-laporan media juga menyingkap kejahatan yang dilakukan oleh rezim
Stalin seperti gulag dan Pembersihan
Besar-Besaran. Selain itu, perang di Afganistan
dan kekeliruan penanganan Bencana Chernobyl semakin merusak citra
pemerintah. Keyakinan masyarakat terhadap sistem pemerintahan Soviet semakin
melemah sehingga mengancam integritas Uni Soviet.
Uni Soviet juga mulai mengalami
pergolakan saat rakyat mulai merasakan akibat politik dari glasnost.
Meski sudah dilakukan berbagai upaya untuk meredamnya, ketidakstabilan di Eropa Timur mau tidak mau menyebar ke
negara-negara yang tergabung dalam Uni Republik Sosialis Soviet. Dalam
pemilihan umum untuk memilih anggota dewan regional di republik-republik
Uni Soviet, kaum nasionalis dan tokoh pembaruan radikal banyak yang
terpilih.
Bangkitnya nasionalisme segera
menghidupkan kembali ketegangan antaretnis di berbagai republik Soviet yang
semakin memperlemah cita-cita persatuan rakyat Soviet. Sebagai contoh, pada
bulan Februari 1988,
pemerintah Nagorno-Karabakh, RSS Azerbaijan, yang didominasi oleh etnis Armenia, meloloskan keputusan yang
menyatakan penggabungan wilayahnya dengan RSS Armenia. Kekerasan terhadap orang-orang
Azerbaijan diliput dan ditayangkan oleh televisi Soviet sehingga memicu adanya
pembantaian terhadap orang-orang Armenia di Sumqayit. Ketegangan antaretnis ini kelak akan
menjadi cikal bakal radikalisme dan terorisme pasca-keruntuhan Uni Soviet.
Ketidakpuasan masyarakat terhadap
situasi ekonomi semakin memburuk. Meski perestroika dianggap berani
dalam konteks sejarah Uni Soviet,
upaya Gorbachev untuk
melakukan pembaruan ekonomi tidak begitu radikal dan dinilai terlambat untuk
membangun kembali ekonomi negara yang sangat lesu pada akhir tahun 1980-an.
Berbagai terobosan dalam hal desentralisasi memang berhasil dicapai, tetapi
Gorbachev dan timnya sama sekali tidak merombak kebijakan-kebijakan ekonomi
warisan Stalin seperti pengendalian harga, mata uang rubel
yang tidak dapat dipertukarkan, tidak diakuinya kepemilikan pribadi, dan
monopoli pemerintah atas sebagian besar sarana produksi.
Pada tahun 1990, pemerintah Uni
Soviet praktis telah kehilangan seluruh kendalinya terhadap kondisi-kondisi
ekonomi. Pengeluaran pemerintah meroket karena perusahaan tak menguntungkan
yang memerlukan bantuan dari negara semakin bertambah, sedangkan subsidi
harga-harga kebutuhan pokok terus berlanjut. Perolehan pajak menurun, terutama
karena adanya kampanye antialkohol dan desentralisasi. Pemerintah pusat yang
tidak dapat lagi membuat kebijakan produksi, khususnya dalam industri pemenuhan
kebutuhan pokok, menyebabkan lenyapnya rantai produsen dengan pemasok sementara
rantai yang baru belum terbentuk. Jadi, bukannya merampingkan sistem, program
desentralisasi Gorbachev justru menyebabkan kemacetan proses produksi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar